Berbeda dengan catatan perjalanan yang lain, ini adalah repro pertama dari bentuk video yang saya terjemahkan kedalam tulisan, biasanya dulu terbalik.. tulisan baru ke bentuk yang lain.
Tanpa terasa umur cerita ini sudah lebih dari 5 tahun, tapi rasanya seperti baru sekian bulan berlalu, lewat membuka-buka kembali folder perjalanan yang selalu saya simpan arsip dokumennya baik dalam bentuk file foto atau potongan video, terbukalah kembali cerita yang baru kemarin saya upload ulang videonya.
Sekitar bulan Maret tahun 2016 saya membuat rencana jalan yang cukup dadakan, ini berangkat dari rasa penasaran yang menumpuk akibat ingin membuktikan ke diri sendiri apakah bisa bermodal budget 1 juta rupiah melakukan trip ke beberapa kota di Sumatera dengan menggunakan jasa angkutan darat.
Ditambah pada masa tersebut banyak perusahaan memasang armada baru dengan tarif yang cukup terjangkau untuk mengisi trayek-trayek yang belum pernah saya jajal sebelumnya, singkat cerita skema perjalanan diatur sedemikian rupa mulai dari persiapan keberangkatan, hari berangkat, berapa lama dijalan dan kapan harus pulang agar tidak mengganggu pekerjaan.
Saya kontak teman-teman yang stay di Padang dan Bukit Tinggi, awalnya perjalanan ini saya rencanakan menuju kota Padang terlebih dahulu tapi setelah mereka mengatakan jika incaran saya si Jetbus Setra yang masih anyar pada masa itu ternyata ditugaskan khusus untuk Bukit Tinggi, akhirnya dibelokkan lah skenario tadi.
Masa itu kepengen sekali mencoba ALS pemberangkatan Sumatera Barat menuju Medan, bukan tanpa alasan karena pada rute inilah perusahaan angkutan darat dengan jarak tempuh terjauh di Indonesia tersebut memasang armada-armada terbaiknya.
Padang dan Bukit Tinggi selalu mendapatkan bus generasi baru, periode 2016 yang jadi bintang adalah Ecoline 1526 kelas Super Eksekutif, All New Legacy 1836 Eksekutif dan si Jetbus Setra 1526 AC Ekonomi, dari ketiga diatas 2 kandidat incaran adalah Jetbus dan Ecoline, untungnya jelang keberangkatan saya tahu jika kelas Super Eksekutif menggunakan partisi depan dan lagi tidak full lewat Lintas Tengah karena akan berbelok ke arah Gunung Tua yang artinya tidak lewat Danau Toba, akhirnya pemberangkatan dari Bukit Tinggi jadi pilihan terbaik.
Saya berangkat ke Bukit Tinggi hari Jumat jelang sore dengan bus Jambi Transport, hari itu All New Legacy MB Intercooler yang jalan, sebelum berangkat sempat foto-foto dulu dengan salah satu unitnya, kebetulan livery ini saya yang desain dan diaplikasikan pemilik ke armadanya dengan beberapa perubahan, untuk penilaian pribadi.. coraknya jadi terlalu ramai.
Singkat cerita setelah lebih dari 12 jam perjalanan saya turun di terminal Padang Panjang, bus Jambi Transport melanjutkan perjalanannya ke Bukit Tinggi yang masih menyisakan sekian puluh kilometer lagi, suasana setengah 5 pagi diterminal Bukit Surungan benar-benar tidak ada aktivitas, yang saya ingat digerbang masuk ada petugas berjaga, sayangnya saya turun didalam terminal.. mau tidak mau jalan lagi ke sana.
Alasan saya ke Padang Panjang adalah karena orang yang mengurusi reservasi tiket serta mobilisasi saya selama di Sumatera Barat berdomisili disana waktu itu, seorang kawan sehobi yang umurnya lebih muda namun track record perjalanannya cukup panjang.. Boy.
Aplikasi pemesanan tiket online belum seperti sekarang, bahkan bisa dikatakan tidak ada perusahaan angkutan di Sumatera yang menggunakan layanan tersebut kala itu, jadi untuk urusan pesan bangku, pembayaran dan sebagainya kita harus tatap muka langsung, beruntung semua selesai di Boy.
Ada hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh aplikasi yang menawarkan segala macam kepraktisannya, salah satunya interaksi yang terjalin antara orang-orang sehobi, dahulu jika memutuskan untuk menjadi seorang pejalan wajib yang namanya punya kenalan dikota tujuan, semua betul-betul dijembatani karena kesamaan hobi, meski tidak pernah bertemu muka namun aktif berkomunikasi, entah itu dari sosial media, forum dan telekomunikasi.
Bisa dipastikan juga hampir semua yang suka onboard dengan bus adalah Bismania, mau dari komunitas manapun.. dot org, dot com atau komunitas salam satu jiwa, yang jelas embel-embel Bismania pasti melekat, jadi kita sudah kenal duluan bahkan sebelum bertatap muka misal si A dari kota mana atau bahkan terkadang informasi posisi teman-teman lain yang sedang jalan pun kita update, ini juga berlaku untuk perjalanan ALS 106.
Jelang turun dari JATRA kami sudah berkomunikasi, ternyata gerbang yang dimaksud adalah pintu masuk tadi, saya kira pintu keluar disisi yang lain hehehe, setelah ngobrol singkat motor yang dikemudikan Boy langsung mengarah ke pusat kota, pagi itu Padang Panjang diselimuti kabut, satu pemandangan yang biasa katanya mengingat wilayah ini memang didaerah pegunungan.
Setelah istirahat dan beres-beres karena siangnya sudah harus di Bukit Tinggi, sekitar jam 9 pagi kami jalan lagi dan sempat mampir sebentar ke tempat makan legendaris yang sudah tersohor di Republik ini, tak terhitung sudah berapa banyak orang-orang penting baik dari pemerintahan, korporat dan sektor lainnya dari dalam dan luar negeri mengecapi cita rasa sate yang sudah menjadi ikon dari kota Padang Panjang dan Sumatera Barat pada umumnya.
Puas dan kenyang dengan hidangan sate Mak Sukur, Boy langsung mengantar saya ke Bukit Tinggi.. naik motor, asli naik motor.. padahal jarak kesana lumayan, kalau saya ingat hitungan kasarnya lebih dari setengah jam kami berkendara.
Pemandangan alam khas Sumatera Barat menyuguhkan sisi terbaiknya disepanjang jalan, meski mendung menyelimuti perjalanan beruntung tidak sampai turun hujan, kami cerita ringan tentang apa saja dan dan dalam perjalanan ini sempat berpapasan dengan Lorena tujuan Bandung yang bertolak dari kota Bukit Tinggi, cerita yang kini tinggal kenangan sekarang.
Sampai di Bukit Tinggi tidak lengkap rasanya jika tidak mampir ke jam gadang, dijalan pun Boy menawari untuk kesana, karena waktu masih berjarak tidak ada salahnya singgah sejenak ke tugu jam yang sudah menjadi maskot kota Bukit Tinggi tersebut.
Waktu keberangkatan semakin dekat dan kami makan siang disekitaran perwakilan ALS, bus yang akan membawa saya sudah terparkir menghadap jalan, setelah beres langsung menuju kantor ALS untuk lapor tiket, bus berbodi Jetbus 2 HD garapan Karoseri Adi Putro Malang tampak berdiri sendirian, aktivitas loading barang penumpang pada bagasi samping menjadi pusat keramaian, saya dan Boy mengitari unit yang masih cukup gress tersebut, umurnya baru hitungan bulan saat itu.
Sekian menit berjalan akhirnya saya dan Boy harus berpisah juga, Mercedes-Benz OH1526 NG sudah bersiap berangkat menuju Medan, penumpang yang dibawa tidak sampai setengah jumlah bangkunya, tiketnya cukup terjangkau untuk kelas Sumatera.. tidak sampai 200 ribu.
Legroom cukup rapat akibat jumlah bangku yang lebih banyak dari kelas Eksekutif, wajar namanya juga kelas AC Ekonomi, bus ini juga tanpa toilet, jadi kalau ingin berhajat harus menepi atau menunggu waktu istirahat.
Boy berlalu untuk kembali ke Padang Panjang seiring dengan bergeraknya ALS bernomor pintu 106 yang perlahan meninggalkan perwakilan Bukit Tinggi, saya taksir sekilas umur pengemudinya 40 tahunan, karena ini kali pertama naik ALS pemberangkatan Sumatera Barat saya tidak begitu paham jumlah krunya berapa, tapi yang jelas ada 2 orang lagi didepan dan salah satu dari mereka adalah kernet yang langsung duduk dipintu kiri depan.
Lokasi kantor ALS Bukit Tinggi berada di jalan raya Bukit Tinggi - Batu Sangkar, bus tujuan Pekanbaru dan Medan via Kelok 9 melintas disini, tapi beda cerita dengan ALS 106 yang akan menyusuri jalur purba Sumatera untuk menuju Medan, belum jauh berjalan tiba diperempatan lampu merah untuk ambil kanan bergabung dengan lalu lintas Jl. By. Pass.
Sambil berjalan mulai kelihatan lapak-lapak dan toko manisan yang menjual keripik sanjai serta makanan khas oleh-oleh Sumatera Barat, karena berlokasi disepanjang jalan lintas, banyak bus-bus pariwisata mampir membawa rombongan, lokasi disekitar resort diatas kanan jalan menjadi pembuka lintasan berkelok yang seakan tiada habisnya sampai ke Sumatera Utara, disini kamera mulai menyala untuk merekam video, disatu titik 106 sempat menepi sejenak setelah menerima telepon dari kantor ada penumpang tambahan yang akan diantar ke lokasi.
Tebing dan jurang seperti bergandengan tangan disini, dimensi badan jalan yang cukup pas-pasan untuk kelas Jalan Nasional seperti mengular menyusuri tebing-tebing curam, sesekali juga saya dapat menyaksikan jurang dikiri jalan yang tidak ditutupi pohon atau belukar, tak perlu diukur berapa kedalamannya.. yang jelas membuat kuduk merinding.
Dari gerakan-gerakan memutar kemudi bisa dipastikan yang berada dibalik kemudi adalah senior atau batangan di ALS 106 ini, jarum RPM dari mesin OM906LA tidak pernah dibiarkan jatuh ke kiri meski dalam posisi menikung, ornamen-ornamen yang ditempel pada kaca depan bermain memenuhi momen inersia karena mendapat dorongan dari samping kiri dan kanan, bahasa sederhananya masuk tikungan dengan kecepatan tinggi.
Lintasan bertabur blindspot jadi tantangan tersendiri, tak jarang kendaraan dari arah lawan terutama mobil pribadi colongan masuk ke area ruang jalan Jetbus Setra ketika berada ditikungan, cukup membahayakan dan untungnya tidak sampai terjadi senggolan.
Entah berapa ratus kelokan mulai dari Palupuh sampai ke Bonjol, hamparan sawah dan bukit barisan ikut memanjakan mata disudut lain, saya puas sekali dengan ini karena sudah sangat jarang sekali menemukan hal yang demikian, setelah hampir 3 jam perjalanan beberapa penumpang dibelakang ada yang mabuk darat karena mungkin tidak tahan dengan tikungan-tikungan disini.
ALS 106 mengambil arah kanan ketika tiba di simpang tiga SPBU Lubuk Sikaping, saya fokuskan pandangan ke bukit barisan dikanan jalan.. benar-benar menjulang tinggi sekali dengan hutan lebat diatasnya, kami melintasi ibu Kota Kabupaten Pasaman, wilayah terujung Sumatera Barat jelang berbatasan dengan Sumatera Utara.
Dengan latar sungai khas pegunungan dikanan jalan dan longsoran-longsoran dari tebing yang menutupi badan aspal, dihadapan rumah-rumah penduduk yang menjadikan Lintas Sumatera sebagai halamannya, dua armada dari perusahaan angkutan antar kota yang pernah memiliki tagline Pos Negara ini konvoi pada jalur sempit, ALS 381 dari Jawa mulai dibayang-bayangi oleh adiknya.. 106.
Debu jalanan tampak membungkus bodinya seakan menjadi peluh yang sudah berhari-hari harus ditanggung dalam menunaikan tugasnya menuju kota Medan, saya tidak tahu pemberangkatan dari mana tapi identitas khas armada dari Jawa Tengah terasa jelas.
Mercedes-Benz yang entah OH berapa didepan.. antara king/cooler, menuntun sambil memberikan isyarat lampu ketika keduanya bermanuver disuasana jelang sore, sampai akhirnya tiba juga momen ALS 106 melewati 381 pada titik tikungan ganda yang sebenarnya cukup krusial untuk dilakukan overtake.
Setelah melewati tugu batas provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara, sekitar jam setengah 6 sore armada kelir hijau turun minum pada sebuah rumah makan didaerah Kotanopan Kab. Mandailing Natal, timing masuknya bersamaan dengan ALS dari arah Medan yang hendak ke Jawa, cukup lama kami istirahat karena ternyata rata-rata kru 106 berasal dari kampung ini, beberapa dari mereka pulang ke rumah.
Kurang dari jam 7 malam bus yang tugasnya putar kepala ini angkat jangkar juga, pengemudi berganti orang dan saya cukup kaget sejak bersiap keluar dari rumah makan, terlihat usianya masih sangat muda sekali.. mungkin diawal 20 tahunan, mengemudikan bus bukanlah perkara mudah ditambah suasana malam hari dengan lintasan berbahaya, sudah barang tentu harus wajib memiliki skill dan mampu mengatur emosi saat berada dilapangan.
Karena masa itu belum tren tiap kursi tersedia port usb untuk charger, dengan daya kamera yang sudah sangat terbatas saya benar-benar memilih kapan kamera harus digunakan, sepanjang jalan mulai dari Kotanopan sampai ke Padang Sidempuan saya lebih banyak menikmati perjalanan ini sendiri... karena semestinya memang begitu hehehe.
Padang Sidempuan diraih belum terlalu malam, pusat kotanya masih sangat ramai dikisaran jam 10 malam, beberapa penumpang turun dan ALS langsung mengambil arah ke Sipirok, mungkin karena sudah terlalu lelah seharian keluar mulai dari Padang Panjang, saya sempat terlelap diatas bangku Hai tanpa legrest.
Badan bus berhenti bergoyang, disini saya terbangun dan menyadari bahwa bus dalam posisi berhenti untuk berbagi jalan dengan kendaraan dari arah lawan, ternyata 106 sudah tiba di Batu Jomba.. jalur sesar aktif pulau Sumatera yang tanahnya akan terus bergerak sampai akhir zaman mungkin, saat itu sepertinya baru saja dilakukan perkerasan material pada medan jalan yang cukup ekstrim tersebut, jika melihat langsung dari video akan tergambar suasananya seperti apa.
Warga sekitar membuat pos dan mengatur kendaraan yang lewat disana, kondisi jalan bergelombang naik turun memaksa ALS 106 berjalan zig-zag pada lintasan full tanah tersebut, kerusakan ini memang tidak terlalu panjang.. namun dikiri jalan adalah jurang dengan kontur tanah labil, tentunya cukup beresiko saat dilewati kendaraan berat.
Lewat tengah malam dan sudah dihari berikutnya, belum jauh dari Batu Jomba kami sempat menepi, kesempatan ini saya manfaatkan sebaik-baiknya mencari toilet.. toilet terbang hehehe.
Tiba di Tarutung beberapa paket turun diperwakilan, penumpang diminta kru jangan turun karena tidak lama disini, mengamati sekitar saya tergiur dengan satu dagangan yang dipajang disebuah warung 24 jam, Kacang SIHOBUK, makanan khas dari kota dingin Tarutung.. begitu tagline-nya, dimana cara memasak kacang kulit tersebut dengan teknik sangrai menggunakan pasir.. rasanya untuk saya khas sekali dan seorang ibu-ibu dari lini belakang berhasil membelinya sementara saya kepayahan mencari dimana posisi rupiah diselipkan hingga akhirnya... batal belanja.
Sampai di persimpangan Siborong-borong saya tidak sempat nyanyi karena pada masa itu memang belum terdengar gaung lagu yang dimaksud, ALS ambil kanan untuk menuju kota selanjutnya, jika ke kiri kita akan ke Dolok Sanggul.
Sekitar jam 3 pagi Mercedes-Benz OH1526Ng isi solar di SPBU, badan terasa beku sampai ke tulang karena sepanjang jalan dihembus oleh AC Denso, saya coba turun untuk sekedar menghangatkan badan dan ternyata saya salah besar... udara jelang subuh di Balige mengalahkan suhu didalam bus.
Saya terbangun dari tidur ayam setelah 1 penumpang akan turun dimuka SPBU setelah terminal Parapat, sebelum turun dia sempat bertanya ke kru jam berapa kapal paling pagi berangkat, dari percakapan itu bisa saya simpulkan bapak ini yang akan menuju pulau Samosir.
ALS 106 menyusuri sabuk jalan berkelok yang mengitari danau toba, meski samar tampak cahaya penerangan dari rumah-rumah memantul diatas airnya, suasana sekitar tampak temaram dibungkus dengan hutan-hutan khas dataran tinggi.
Sejak berangkat dari Bukit Tinggi kru sudah tahu tujuan saya tidak ke Medan, saya juga titip pesan untuk diturunkan disebuah lokasi disekitar Siantar, tapi karena mereka melihat saya tidur akhirnya saya dibangunkan saat ALS 106 merapat diperwakilan Pematang Siantar sekitar jam 5 pagi.
Perjalanan bersama Jetbus Setra berakhir disini dan kami berpisah untuk selanjutnya berpetualang menuju Pekanbaru bersama pemain bintang dari Siantar pada malam harinya.
Satu perjalanan yang berkesan bisa menyusuri jalur purba bersama sesepuh dari Sumatera.